Senin, 18 November 2013

SEMINAR



PENDAHULUAN

Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan. Minyak goreng dapat pula dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis, karena pangalaman selama ini menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian (Wijana, 2005).
Harga rata-rata minyak goreng curah pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan bulan Desember 2010. Pada bulan Januari 2011, harga rata-rata minyak goreng curah adalah Rp 11,327 per kg. Jika dibandingan dengan bulan Januari 2010 dimana rata-rata sebesar  Rp 9,451 per kg. (Sudarmadji, 2007). Dari data tersebut, dapat dimungkinkan banyaknya golongan ekonomi menengah ke bawah untuk menggunakan minyak goreng bekas atau minyak jelantah untuk dikonsumsi karena harganya jauh lebih murah. Untuk menghemat biaya pengeluaran, kebanyakan masyarakat menggunakan minyak goreng berulang-ulang kali.
Minyak goreng biasanya dapat digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuhakan putus membentuk asam lemak jenuh. Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Penggunaan minyak berulang-ulang akan membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik, minyak yang seperti ini dikatakan telah rusak dan berbahaya bagi kesehatan. Suhu yang semakin tinggi dan semakin lama pemanasan, kadar asam lemak jenuh akan semakin naik  Minyaknabati dengan kadar asam lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi kesehatan. Selain karena penggorengan berulang-ulang, minyak dapat menjadi rusak karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu sehingga ikatan trigliserida pecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas (Sudiono, 2003).
Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-205˚C) dan jika bilangan peroksida >100 akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah (arterosklerosis) dan menurunkan nilai cerna lemak dan kerusakan lemak terjadi karena terjadi oksidasi dan polimerasi kemudian akan menghasilkan senyawa seperti aldehid yang merupakan salah saturadikal bebas (Ketaren, 2008).
Penelitian mengenai toksisitas minyak goreng jelantah, khususnya terhadap struktur organ belum banyak dilakukan. Sementara penggunaan minyak goreng jelantah banyak digunakan, terutama oleh pedagang gorengan.
Rumusan Masalah
Bahaya minyak jelantah bagi kesehatan belum secara luas diketahui  sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana  pengaruh minyak jelantah terhadap organ usus dan pancreas pada Tikus (Rattus Norvegicus).
TujuanPenelitian
Mengetahui perubahan–perubahan organ usus dan pancreas pada Tikus (Rattus norvegicus) akibat konsumsi minyak jelantah.


Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bahayanya mengonsumsi minyak jelantah yang sudah berulang kali digunakan serta dapat dijadikan sebagai acuan pada penelitian-penelitian selanjutnya tentang penggunaan minyak jelantah.




















TINJAUAN PUSTAKA

Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak dan lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan proteinhanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak atau lemak, khususnyaminyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti linoleat, lenolenat dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K (F.G Winarno, 1984).
Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota golongan lipid, yaitu lipid netral. Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi lipid netral, fosfatida, spingolipid, dan glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid kompleks (lesitin, cepalin, fosfatida, dan glikolipid), sterol, berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut memengaruhi warna dan flavor produk, serta berperan dalam proses ketengikan (Ketaren, 2008).
Sumber Minyak dan Lemak 
Minyak dan lemak yang dapat dimakan, dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atauhewani. Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya.
Bersumber dari tanaman dimana dari biji-bijian palawija: (minyak jagung, biji kapas, kacang,rape seed, wijen, kedelai dan bungan matahari, Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapasawit, Biji-bijian dari tanaman tahunan: kelapa, coklat, intisawit). Dan bersumber dari hewani yaitu Susu hewan peliharaan (lemak, susu), Daging hewan peliharaan (lemak sapi dan turunnya oleo stearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi), hasil laut (minyak ikan sarden, menhaden dan sejenisnya serta minyak ikan paus (Anonim,2012).
Menurut Ketaren (2005), tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein pada minyak goreng. Akrolein ini menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan pada saat mengonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng berulang kali. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehid tidak jenuh atau akrolein. Produk dari proses-proses tersebut diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada hati, ginjal, saluran cernamaupun sel-sel endotelial aorta.
Proses pemanasan yang lama ataupun berulang akan meningkatkan kejenuhan asam lemak minyak yang digunakan, mempercepat terjadinya dekomposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng yang pada batas tertentu mengakibatkan minyak menjadi tidak layak digunakan, disebut minyak jelantah (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).
Minyak jelantah berdampak buruk terhadap kesehatan, antara lain adalah menyebabkan obesitas, merusaknya jaringan tubuh sehingga dapat menimbulkan penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan mempercepat proses penuaan (Jusup dan Raharjo, 2010).
Makanan yang digoreng dikenal luas karena aroma, rasa dan tekstur yang dihasilkannya. Pada saat makanan digoreng, lemak atau minyak panas akan diserap masuk ke dalam bahan makanan dan menggantikan air yang menguap sehingga bahan makanan menjadi lebih lembut dan tekstur makanan menjadi renyah (Ghidurus dkk., 2010).
Pada umumnya masyarakat menggoreng menggunakan minyak. Minyak goreng merupakan trigliserida dengan komposisi asam lemak tertentu, berasal dari lemak tumbuhan atau hewan, berbentuk cair dalam suhu kamar (Lestari, 2010). Selain lemak, minyak goreng juga mengandung lesitin, sefalin, fosfatida lain, lilin, pigmen larut lemak, dan hidrokarbon, termasuk karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil (Rukmini, 2007).
Ketaren , 2005 berdasarkan ada atau tidak ikatan ganda dalam struktur molekulnya, minyak goreng terbagi menjadi : Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids) Merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenis lain. Asam lemak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng pada umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat, asam laurat dan asam kaprat.
Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids). Merupakan asam lemak yang memiliki ikatan atom karbon rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (polyunsaturated), semakin mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng adalah asam oleat dan asam linoleat dan asam linolenat. Minyak yang baik adalah minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya, salah satunya adalah minyak nabati. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh kecuali minyak goreng kelapa sawit (Sartika, 2009).
 Ketengikan
Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Penyebab ketengikan dalam lemak yaitu ketengikan oleh oksidasi (oxidativerancidity), ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity), dan ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity) (Ketaren,2008). Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Hal ini dikenal sebagai reversion. Berbagai penyelidik berpendapat bahwa hal ini khas pada minyak dan lemak. Reversion terutama dijumpai dalam lemak di pasar dan pada pemanggangan atau penggorengan dengan menggunakan temperature tinggi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dari reversion ini adalah Suhu, Cahaya, Tersedianya oksigen, Adanya logam-logam yang bersifat sebgai katalisator pada proses oksidasi.
Ketengikan berbeda dengan reversion; beberapa minyak atau lemak mudah terpengaruh untuk menjadi tengik tapi akan mempunyai daya tahan terhadap peristiwa reversion, misalnya pada minyak jagung. Perubahan flavor yang terjadi selama reversion, berbeda untuk setiap jenis minyak, sedangkan minyak yang tengik akan menghasilkan flavor yang sama untuk semua jenis minyak atau lemak (Ketaren, 2008).
Bahaya Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan terabsorpsi dan masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruangan kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak. Mengkonsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak (Wijana, 2005).
Usus
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum (Sturkie 1976). Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan makanan. Selaput lendir usus halus memiliki jonjot yang lembut dan menonjol seperi jari. Fungsi usus halus selain penggerak aliran pakan dalam usus juga untuk meningkatkan penyerapan sari makanan (Akoso 1993).

Gambar usus halus:  Tiga bagian dari usus halus yaitu duodenum, jejunum dan ileum (shier dkk., 2002)
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan yang terletak antara lambung dan usus besar yang merupakan tempat utama terjadinya pencernaan secara kimiawi dan penyerapan nutrisi. Usus halus dalam kerjanya dibantu oleh pankreas yang menghasilkan enzim yang digunakan dalam proses pencernaan. Secara normal usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum merupakan bagian proximal dari usus halus yang melewati bagian kaudal dari permukaan kanan ventrikulus dan membentuk suatu lengkungan seperti huruf “U”. Diantara lengkungan “U” tersebut terdapat pankreas (Sisson & Grossman 1953) yang menghasilkan enzim amylase, lipase dan tripsin (North 1984). Jejunum dan ileum tidak memiliki batas yang jelas, untuk menentukan batas antara usus halus tersebut berdasarkan letak dari Meckel’s divertikulum (Sisson & Grossman 1953).
Menurut Swenson (1953), panjang usus setiap spesies hewan bervariasi tergantung dari kebiasaan makan. Herbivora mempunyai usus yang lebih panjang dibandingkan usus halus karnivora, hal ini disebabkan karena daging lebih mudah dicerna.
Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Daerah duodenum memiliki lipatan mukosa yang melingkar dan memiliki banyak vili. Daerah jejunum mirip dengan daerah duodenum. Ukuran vili jejunum lebih langsing, lebih kecil dan jumlahnya lebih sedikit daripada duodenum. Daerah ileum mirip dengan jejunum. Vili pada ileum membentuk kelompok. Daerah ileum tidak memiliki lipatan-lipatan mukosa (Banks &
William 1993). Secara umum, struktur utama dari usus halus adalah membran mukosa, lamina propia, submukosa, jaringan limfatik, serosa dan lapisan muskuler. Sel epitel menutupi seluruh permukaan bebas dari membran mukosa dan berbentuk epitel silindris sebaris (Xu & Cranwell 2003).
Pada lapis mukosa usus halus terdapat suatu bentuk khusus berupa vili-vili. Vili memperluas permukaan area lumen serta mengefisienkan proses absorbsi. Selain itu pada mukosa usus juga ditemukan kripta-kripta usus. Kelenjar-kelenjar yang terdapat pada mukosa memiliki bentuk tubular sederhana. Pada daerah di bawah epithelium merupakan lamina propia. Lamina propia mengandung leukosit dan jaringan limfatik berupa nodul-nodul. Ditemukan nodul-nodul limfatik yang beragregasi membentuk Payer’s patches Lapis submukosa usus halus terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah dan pembuluh limfatik (Xu & Cranwell 2003).
Pada daerah submukosa duodenum terdapat sekelompok kelenjar berbentuk tubular seperti gulungan yang disebut dengan kelenjar Brunner. Kelenjar Brunner mensekresikan cairan mucus ke dalam kripta usus. Cairan mucus ini melubrikasi permukaan epithelium dan melindungi dari asam lambung (Frappier 1998). Pada daerah mukosa bagian dasar vili usus halus terdapat kripta Lieberkuhn. Kripta Lieberkuhn berbentuk lurus maupun tubular seperti struktur kelenjar yang dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris.
Menurut Bloom & Fawcett 1968; Telford & Bridgman 1995 Sel epitel usus halus terdiri dari empat macam sel yaitu: Sel penyerap berbentuk silindris dengan mikrovili berfungsi untuk menyerap sari makanan, Sel Goblet / sel mangkok, tersebar tidak teratur dan tidak merata pada epitel permukaan. Sel ini menghasilkan mucus yang berfungsi untuk melindungi mukosa, Sel Argentaffin / sel enterokhromafin, menghasilkan serotonin yang menstimulasi kontraksi otot polos, serta menyalurkan hormon seperti sekretin, gastrin dan kholesitokinin, Sel Paneth, berbentuk silindris atau pyramidal dengan inti bulat terletak di basal. Sel Paneth terletak di ujung kelenjar Liberkuhn, fundus dan sekum (pada unggas, karnivora dan babi sel ini tidak ada).
Sel epitel yang terdapat dalam kelenjar kripta termasuk stem sel undifferentiated, sel Goblet, sel Paneth dan sel endokrin. Sel Goblet mensekresikan mucus dan memiliki fungsi yang sama dengan sel Goblet pada vili usus. Sel endokrin memproduksi berbagai macam hormon maupun peptide (Xu & Cranwell 2003).
Sel Paneth merupakan sel eksokrin dengan granul-granul sekretori pada apikal sitoplasma. Granul-granul sekretori ini menghasilkan lisosim yang memiliki aktivitas antibakterial dan mengontrol mikrobiota. Stem sel yang belum terdiferensiasi memiliki kemampuan mitotik yang tinggi. Sel epitel baru yang tumbuh oleh proses mitosis dari stem sel berpindah ke atas sepanjang vili dan sering menembus ujung vili (Xu & Cranwell 2003). Peradangan pada usus halus (enteritis) yang subakut disertai dengan infiltrasi sel limfosit dan yang kronis bersifat proliferatif bisa terjadi (Nabib 1987).
Dinding usus halus terdiri dari empat lapis yaitu mukosa, sub-mukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa (Swenson dalam Handaruwati 2000). Mukosa ini diselaputi oleh vili yang berkembang baik dan menyebabkan gambaran mukosa yang menyerupai beludru. Duodenum memiliki vili yang luas, berbentuk seperti daun, dan diameternya luas. Vili pada jejunum memiliki bentuk seperti lidah pada bagian jejunum proksimal, dan seperti jari panjang pada bagian jejunum distal. Sedangkan ileum memiliki vili yang berbentuk menyerupai jari.
 Permukaan vili mempunyai tiga macam jenis sel, yaitu sel absorbtif, sel Goblet, dan sel Argentafin. Kripta Lieberkuhn atau kelenjar usus terdapat pada permukaan diantara vili yang meluas ke daerah muskularis mukosa. Lamina propia berbentuk jaringan ikat longgar yang merupakan pusat vili dan mengelilingi kelenjar usus. Bagian ini terdiri dari serabut kolagen dan elastik dalam jalinan serabut retikuler dimana dalam jalinan ini terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, leukosit, fibroblast, otot polos, sel plasma, dan sel mast (Dellman & Brown 1992). Muskularis mukosa terdiri dari lapis otot tipis yang halus.
Lapisan sub-mukosa berupa jaringan ikat longgar yang didalamnya terdapat saraf, arteri, pembuluh limfe besar, vena, ganglion dari sistem saraf parasimpatikus, dan kumpulan badan sel saraf terlokalisasi yang merupakan elemen dari pleksus sub-mukosa. Pada duodenum terdapat kelenjar sub-mukosa atau yang disebut kelenjar Brunner (Swenson dalam Handaruwati 2000).
Lapisan tunika muskularis terdiri dari dua lapis, yaitu lapis dalam yang tersusun melingkar dan lapis luar yang tersusun memanjang. Diantara kedua lapis tersebut terdapat jaringan ikat longgar yang mengandung Plexus Mientricus atau Plexus Aurbach. Pleksus ini bersama dengan Plexus Meissneryang terdapat pada sub-mukosa akan menginervasi kontraksi usus yang mencampur makanan dengan enzim, kemudian menggerakan makanan yang sudah dicerna agar kontak dengan permukaan sel-sel absorbsi lalu mendorongnya ke kaudal.
Peristiwa pencernaan serta penyerapan dalam usus halus ditunjang oleh bentuk-bentuk khusus. Efisiensi penyerapan dapat ditingkatkan oleh tiga bentuk khusus yang memperluas areal penyerapan terhadap isi usus, yang pertama adalah dua pertiga bagian depan usus halus memiliki plika sirkularis yang menjulur ke arah lumen setinggi dua pertiganya. Pada ruminansia lipatan ini bersifat permanen, tetapi pada hampir semua hewan piara lain tampak pada usus yang sedang istirahat atau kososng, dan hilang bila usus mengembang. Kedua, permukaan selaput lendir menunjukkan penjuluran berbentuk jari yang disebut vili. Tinggi vili ini bervariasi (1,0-1,5 μm), tergantung pada daerah serta jenis hewan. Ketiga, adalah permukaan penyebaran ditingkatkan oleh mikrovil. Mikrovili merupakan penjuluran sitoplasma pada permukaan bebas epitel vili (Dellman & Brown 1992).
Permukaan bagian dalam dari usus halus adalah membran mukosa yang terdiri dari sel epitel kolumnar, beberapa diantaranya akan mengalami modifikasi dan membentuk sl Goblet guna produksi mukus. Di sebelah luar permukaan membran mukosa yang menyelimuti usus halus banyak terdapat vili yang berguna untuk absorbsi zat makanan (Frandson 1992). Dalam keadaan normal selaput lendir usus terlapisi oleh isi usus yang bercampur dengan getah usus, getah pankreas, empedu, lendir usus dan kuman-kuman.
Fungsi Usus Halus
Pada usus halus terjadi gerakan peristaltik yang berperan mencampur digesta dengan cairan pankreas dan empedu. Usus halus menghasilkan enzim amilase, protease, dan lipase yang berfungsi memecah zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap tubuh, selain itu usus halus juga melaksanakan pencernaan kimiawi serta memegang peranan penting dalam transfer material nutrisi dari lumen ke dalam pembuluh darah dan limfe (Moran 1985).
Usus halus memiliki fungsi sebagai tempat penyaluran makanan dan penyerapan nutrisi ke dalam pembuluh darah dan pembuluh limfe. Dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion sehingga tidak mudah diserap, sedangkan basa lemah akan berada dalam bentuk ion-ion sehingga mudah diserap. Absorbsi usus akan lebih tinggi lagi dengan lamanya waktu kontak dan luasnya daerah permukaan vili dan mikrovili usus (Lu, 1995). Usus halus meliputi duodenum, jejunum dan ileum. Fungsi duodenum dan jejunum ialah pencernaan dan penyerapan (absorbsi) sedangkan ileum untuk absorbsi makanan dan cairan. Duodenum merupakan tempat absorbsi besi dan folat. Duodenum juga menjadi tempat penting terjadinya pencampuran antara makanan dengan garam empedu dan enzim pankreas. Jejunum menjadi bagian dari usus halus yang paling banyak mengabsorbsi mikronutrien. Selain nutrien, obat juga diabsorbsi disini. Motilitas makanan yang melewati ileum lebih lambat daripada jejunum. Neurohormonal seperti glucagon-like peptide 1 dan 2, peptide YY dan neurotensin yang dilepas oleh ileum terminal berperan memberikan efek trofik pada mukosa (Andra, 2007). Pencernaan ingesta menjadi bentuk yang siap diserap, dimulai dengan bekerjanya enzim pankreas, empedu dari hati dan sekreta kelenjar usus. Peristiwa ini berlangsung di sepanjang usus halus. Efisiensi penyerapan dapat ditingkatka oleh tiga bentuk yaitu plika sirkularis pada dua pertiga bagian depan, vili yang berbentuk jari dengan permukaan selaput lendir dan mikrovili yang merupakan penjuluran sitoplasma pada permukaan bebas epitel vili (Dellman & Brown 1992).
Aktivitas pencernaan memerlukan sejumlah enzim dan banyak lendir untuk melindungi epitel terhadap kerusakan mekanik maupun iritasi enzim. Lendir dihasilkan oleh kelenjar submukosa dan sel Goblet di antara sel epitel (Himawan 1998).


Pankreas
Pankreas terletak di belakang lambung, melintang di belakang perut. Pankreas merupakan organ yang mempunyai kegunaan ganda yaitu fungsi endokrin (tidak ada saluran, hormon disekresikan langsung ke aliran darah) dan fungsi eksokrin (punya saluran untuk menyekresikan cairan pencernaan melalui duktus pankreatikus).
Pencernaan (eksokrin) yaitu Cairan pankreas bersifat basa dan menetralkan asam dari lambung. Getah ini mengandung beberapa enzim yang bersifat sebagai katalis dalam pemecahan bahan yang kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana yang kemudian diserap melalui usus halus dan masuk ke dalam pembuluh darah. Mengatur kadar gula darah (endokrin) yaitu Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas yang berperan dalam pengaturan tingkat kadar glukosa darah. Glukosa merupakan energi pokok yang digunakan oleh tubuh.
Pankreas merupakan organ penghasil insulin. Insulin adalah hormon yang berfungsi. Nilai distribusi sel beta akan berdampak pada sekresi insulin yang dihasilkan oleh sel beta (Runiana, 2009). Insulin disintesis oleh sel β pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin.
Menurunnya fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau kurangnya produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pancreas atau kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.Kelenjar endokrin (pulau Langerhans) merupakan kumpulan sel ovoid yang tersebar diseluruh   pankreas. Di dalam pulau Langerhans terdapat beberapa jenis sel berdasarkan sifat pewarnaan dan morfologinya terdapat kurang lebih 4 jenis sel yaitu sel α, β, δ, dan f (Scobie 2007). Sel α mensekresikan glukagon yang dapat menaikkan konsentrasi glukosadan asam lemak bebas dalam darah.
Sel α akan memicu glikogenolisis, lipolisis, dan glukoneogenesis dalam hati. Sebaliknya sel β mensekresikan hormon insulin yang dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah dan memacu sintesis glikogen, lemak, dan protein dalam banyak sel. Sel β jumlahnya terbanyak di dalam pulau Langerhans yaitu hampir sekitar 60-75%. Sel δ mensekresikan somatostatin yang menghambat sekresi insulin dan glukagon, sedangkan sel f fungsinya belum diketahui (Scobie, 2007).
Triglycerida merupakan salah satu zat yang terkandung dalam minyak jelantah dan juga Triglycerid (trigliserida) adalah salah satu jenis molekul lemak yang tinggi. Selain LDL (Low Density Lipoprotein), yaitu jenis kolesterol berbahaya (kolesterol jahat) dan HDL (High Density Lfpoprotein), yaitu jenis kolesterol bersahabat (kolesterol baik), yang penting unluk diketahui juga adalah Trigliserida, yaitu satu jenis lernak yang terdapat dalam darah dan berbagai organ dalam tubuh. Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan, konsumsi alkohol, gula, dan makanan berlemak.
Tingginya kadar trigliserida akan mempengaruhi sensitivitas insulin. Apabila kadar trigliserida tinggi, sensitivitas insulin akan menurun. Hal ini akan mempengaruhi fungsi kerja pancreas dan  memicu terjadinya Diabetes Millistus. Salah satu Cara untuk menurunkan kadar trigliserida ini adalah dengan diet rendah karbohidrat. Diet ini sekaligus akan menjadi pencegahan terjadinya Diabetes Melitus.















MATERIAL DAN METODE PENELITIAN

Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala dari bulan Oktober  sampai April  2014.

Hewan percobaan
Pada penelitian ini digunakan 20 ekor tikus jantan dipelihara dengan pemberian pakan dan minum ad libitum.
Bahan
Minyak jelantah, klorofom, Buffered Neutral Formalin (BNF) 10%, aquades alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 95%, 96%, alcohol absolut), xylol, paraffin, entelen, hematoksilin dan eosin (HE), dan Giemsa.
Alat
Kandang yang terbuat dari kawat ram yang dilengkapi dengan tempat pakan dan botol minum, gunting, pinset, scalpel, pisau mikrotom, sonde, botol preparat, timbangan digital, gelas objek, cover glass, penangas air, mikrotom rotari, inkubator dan mikroskop.
Prosedur Penelitian
Tikus berjumlah 20 ekor dibagi dalam 4 kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 ekor. Tikus dipelihara selama 8 minggu (2 bulan). Minggu pertama tikus dipelihara tanpa diberi perlakuan. Perlakuan diberikan setiap hari mulai minggu kedua sampai minggu kedelapan. kelompok A tikus di cekok dengan aquades (control negative), kelompok B tikus di cekok dengan minyak jelantah 3 kali pakai, Kelompok C tikus dicekok minyak jelantah dengan 6 kali pakai, dan kelompok  D diberikan minyak jelantah dengan 9 kali pakai.
Data klinis dan koleksi organ
Pengamatan terhadap tikus untuk semua kelompok perlakuan dilakukan setiap hari mulai dari minggu kedua sampai minggu kedelapan. Tikus yang telah dimatikan, kemudian di nekropsi dan diamati perubahan-perubahan patologi anatomi (PA) yang terjadi. Organ usus dan pancreas  tikus diambil dan dimasukkan ke dalam BNF untuk disimpan sementara, selanjutnya dilakukan proses pembuatan preparat histopatologi.
Pembuatan Preparat Histologis
Organ-organ hasil nekropsi dimasukkan ke dalam BNF 10% sebagai bahan fiksasi, kemudian dilakukan blok parafin. Tahap awal adalah dehidrasi yaitu organ direndam dalam larutan alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut (I.II.III) masing-masing selama 1 jam pada suhu kamar, dilanjutkan dengan proses kliring dengan xylol (I,II,III) masing-masing selama 0,5-1 jam. Kemudian proses infiltrasi dengan paraffin (I,II) masing-masing selama 30 menit dengan suhu 54-56°C, selanjutnya proses embedding dalam paraffin dan didinginkan dalam suhu kamar. Dilanjutkan dengan proses penyayatan dengan ketebalan 3-4µ (mikron) serta diletakkan pada gelas objek, dan dimasukkan ke dalam incubator pada suhu 37°C satu malam. Kemudian preparat ini siap untuk dilakukan pewarnaan.
Parameter
Melihat degenerasi dan nekrosa pada vili-vili usus dan melihat kerusakan-sel sel asiner pankreas.
Analisis Data
Hasil pengamatan histopatologi berupa data ordinal yang dianalisis secara deskriptif.




DAFTAR PUSTAKA
Akoso BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas.Yogyakarta: Kanisius.
Andra. 2007. Usus Memendek Malnutrisi Didapat. Farmacia. 6 (8).
http://www.majalah_farmacia.com [10 Juli 2009].
Anonim, 2012. Pengolahan Minyak. http://pengolahanpangan.blogspot.com
sumber-minyak-dan-lemak-bahan-pangan.html.
Arini. 1999. Minyak Jelantah, Amankah?.Jurnal LPPOM MUI, No. 25
Banks, William J. 1993. Applied Veterinary Histology.3thEd. USA: William & Wilkins.
Bloom W, Fawcett DW. 1968. A Textbook of Histology. 9thEd. Philadelphia: Saunders
Dellman HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Ed ke-3. Hartono,
penerjemah. Jakarta: UI Press
Dellmann, H.D. and Eurell J.A. 1998.Veterinary Histology.USA : Lippincott
Williams & Wilkins.
Eurell J. A. and Frappier B. L. 2006.Nervous System. Version : 1.0. Australia :
Blackwell Publishing.
Frandson RD. 1992. Anatomi and Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Frappier B. 1998. Digestive System. Textbook of Veterinary Histology. 5th Ed. Dellman HD,
Eurell JA, editor. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 20. Jakarta: EGC.
Ghidurus, M., Turtoi, M., Boskou, G., Niculita, P., Stan, V. 2010. Nutritional and
health aspects related to frying. Romanian Biotechnological Letters.Vol.15, no 6. Available from: www.rombio.eu/rbl6vol15/1%20Review_Ghidurus.pdf.
Handaruwati Rr. 2000. Produksi Fraksi Minyak Tuna Kaya Asam Lemak Omega-3 Melalui
Reaksi Alkoholisis Enzimatis Menggunakan Lipase Rhizomucor miehei. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Himawan S. 1998. Patologi. Ed ke-12. Bagian Patologi Anatomik. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
Jusup, S.A., S. S. Raharjo. 2010.Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea
L.) Sebagai AntiOksidan Alami Terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) dan Gambaran Histologi Sel Hepar Rattus norvegicus L. yang Diberi Minyak Goreng deep frying. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta
.Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Ketaren. S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Penerbit
UniversitasIndonesia, Jakarta.
King D. 2007.Histology Study Guide of the Gastrointestinal System, Kidney and
Urinary Tract. http://www.siumed.edu/ .
Lestari, P.P. 2010. Pemanfaatan Minyak Goreng Jelantah Pada Pembuatan
SabunCuci Piring. Universitas Sumatera Utara. Tesis.Malhi.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Ed ke-2. Edi Nugroho, penerjemah. Jakarta: UI Press
Rukmini, A.2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam Menekan
Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi
Moran ET. 1985. Digestive Phisiology of Duck. Di dalam: Duck Production and World
Practice. Farrel DJ, P Stapleton, editor. Armidale: University of England.
Nabib R. 1987. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Bogor: Proyek Peningkatan /
Pengembangan Perguruan Tinggi IPB.
North MO. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Connecticut: Avi Publishing
Company, Inc.
Runiana, E. D. (2009). Distribusi Sel Insulin Pankreas pada Tikus Hiperglikemia
 yang Diberi Diet Tempe. Bogor: IPB
Sartika, R.A.D. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (deepfrying)
            TerhadapPembentukan Asam Lemak Trans. Markara Sains.
Scoebi, Ian N. 2007. Atlas Of  Diabetes Mellitus 3th . Informa UK Ltd
Seely, J. C. Kidney. In : Maronpot RR. 1999. Pathology of The Mouse. Reference.
and Atlas 1sted. Cache River Press..
Shier D, J Butler, R Lewis. 2002. Hole’s Human Anatomy & Physiology. 9thEd. New York:
The McGraw-Hill Companies, Inc.
Sisson S, Grossman JD. 1953. Anatomy of The Domestic Animal. Philadelphia: WB Saunders
Company
Silalahi, S. 2005. Studi Awal Kualitas Minyak Goreng Kelapa Sawit Pada
PenggorenganBerulangProdukTertentu.http//www.iopri.org/index.php?option=com2005content&task=section&id=91&Itemed=47.
Stell RGD, Torrie JH. 1999. Prinsip dan Prosedur Statistika. Ed ke-2. Jakarta:
Gramedia PustakaUtama.
Sturkie PD. 1976. Avian Physiology. 3th Ed. New York: Springer-Verlang.
Sudiono, T. dkk. 2003. Ilmu Patologi. Penerbit EGC. Jakarta.Pembentukan Asam
Lemak Trans. Markara Sains.
Swenson MS. 1953. Duke’s Phisiology of Domestic Animals. 8th Ed. Ithaca: Corneli
University Press.
Wijana, S. Arif, H. & Nur H. 2005. Tekno pangan: Mengolah Minyak Goreng
Bekas. Penerbit Trubus Agrisarana, Surabaya.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Utama
            Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar