PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Minyak goreng
merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh
lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun di
perkotaan. Minyak goreng dapat pula dikategorikan sebagai komoditas yang cukup
strategis, karena pangalaman selama ini menunjukkan bahwa kelangkaan
minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup
berarti bagi perekonomian (Wijana, 2005).
Harga rata-rata
minyak goreng curah pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan bulan Desember 2010. Pada bulan Januari 2011, harga
rata-rata minyak goreng curah adalah Rp 11,327 per kg. Jika dibandingan dengan
bulan Januari 2010 dimana rata-rata sebesar Rp 9,451 per kg. (Sudarmadji, 2007). Dari data
tersebut, dapat dimungkinkan banyaknya golongan ekonomi menengah ke bawah untuk
menggunakan minyak goreng bekas atau minyak jelantah untuk dikonsumsi karena
harganya jauh lebih murah. Untuk menghemat biaya pengeluaran, kebanyakan masyarakat
menggunakan minyak goreng berulang-ulang kali.
Minyak goreng biasanya dapat digunakan
hingga 3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak akan
berubah warna. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap
yang terdapat pada asam lemak tak
jenuhakan putus membentuk asam lemak jenuh. Minyak yang
baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak
dibandingkan dengan kandungan asam
lemak jenuhnya. Penggunaan minyak berulang-ulang akan
membuat ikatan rangkap
minyak teroksidasi membentuk gugus peroksida
dan monomer
siklik, minyak yang seperti ini dikatakan telah rusak dan berbahaya bagi
kesehatan. Suhu
yang semakin tinggi dan semakin lama pemanasan, kadar asam lemak jenuh akan
semakin naik Minyaknabati
dengan kadar asam lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan
yang digoreng menjadi berbahaya bagi kesehatan. Selain karena penggorengan
berulang-ulang, minyak dapat menjadi rusak karena penyimpanan yang salah dalam
jangka waktu tertentu sehingga ikatan trigliserida
pecah menjadi gliserol
dan asam lemak bebas (Sudiono, 2003).
Kerusakan lemak
atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-205˚C) dan jika bilangan
peroksida >100 akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai
macam penyakit seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah (arterosklerosis)
dan menurunkan nilai cerna lemak dan kerusakan lemak terjadi karena terjadi
oksidasi dan polimerasi kemudian akan menghasilkan senyawa seperti aldehid yang
merupakan salah saturadikal bebas (Ketaren, 2008).
Penelitian
mengenai toksisitas minyak goreng jelantah, khususnya terhadap struktur organ
belum banyak dilakukan. Sementara penggunaan minyak goreng jelantah banyak digunakan,
terutama oleh pedagang gorengan.
Rumusan
Masalah
Bahaya minyak jelantah bagi
kesehatan belum secara luas diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh minyak
jelantah terhadap organ usus dan pancreas pada Tikus (Rattus Norvegicus).
TujuanPenelitian
Mengetahui
perubahan–perubahan organ usus dan pancreas pada Tikus (Rattus norvegicus) akibat konsumsi minyak jelantah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang bahayanya mengonsumsi minyak jelantah yang sudah berulang
kali digunakan serta dapat dijadikan sebagai acuan pada penelitian-penelitian
selanjutnya tentang penggunaan minyak jelantah.
TINJAUAN
PUSTAKA
Minyak dan lemak
merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain
itu minyak dan lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan
karbohidrat dan protein. Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9
kkal, sedangkan karbohidrat dan proteinhanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak
atau lemak, khususnyaminyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti
linoleat, lenolenat dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan
pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak dan lemak juga berfungsi
sebagai pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K (F.G Winarno, 1984).
Minyak dan lemak
termasuk salah satu anggota golongan lipid, yaitu lipid netral. Lipid itu
sendiri dapat diklasifikasikan menjadi lipid netral, fosfatida, spingolipid,
dan glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam. Minyak dan
lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah
kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid kompleks (lesitin, cepalin,
fosfatida, dan glikolipid), sterol, berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan
asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon.
Komponen tersebut memengaruhi warna dan flavor produk, serta berperan
dalam proses ketengikan (Ketaren, 2008).
Sumber
Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak
yang dapat dimakan, dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan
nabati atauhewani. Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan
sumbernya.
Bersumber dari
tanaman dimana dari biji-bijian palawija: (minyak jagung, biji kapas,
kacang,rape seed, wijen, kedelai dan bungan matahari, Kulit buah tanaman
tahunan: minyak zaitun dan kelapasawit, Biji-bijian dari tanaman tahunan:
kelapa, coklat, intisawit). Dan bersumber dari hewani yaitu Susu hewan
peliharaan (lemak, susu), Daging hewan peliharaan (lemak sapi dan turunnya oleo
stearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi), hasil laut (minyak ikan sarden,
menhaden dan sejenisnya serta minyak ikan paus (Anonim,2012).
Menurut Ketaren (2005), tanda awal dari
kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein pada minyak goreng.
Akrolein ini menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan pada saat mengonsumsi
makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng berulang kali. Akrolein
terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehid tidak jenuh atau
akrolein. Produk dari proses-proses tersebut diketahui dapat menyebabkan
kerusakan pada hati, ginjal, saluran cernamaupun sel-sel endotelial aorta.
Proses pemanasan yang lama ataupun
berulang akan meningkatkan kejenuhan asam lemak minyak yang digunakan,
mempercepat terjadinya dekomposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak
goreng yang pada batas tertentu mengakibatkan minyak menjadi tidak layak
digunakan, disebut minyak jelantah (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).
Minyak jelantah berdampak buruk terhadap
kesehatan, antara lain adalah menyebabkan obesitas, merusaknya jaringan tubuh
sehingga dapat menimbulkan penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan
mempercepat proses penuaan (Jusup dan Raharjo, 2010).
Makanan yang digoreng dikenal luas
karena aroma, rasa dan tekstur yang dihasilkannya. Pada saat makanan digoreng,
lemak atau minyak panas akan diserap masuk ke dalam bahan makanan dan
menggantikan air yang menguap sehingga bahan makanan menjadi lebih lembut dan
tekstur makanan menjadi renyah (Ghidurus dkk., 2010).
Pada umumnya masyarakat menggoreng
menggunakan minyak. Minyak goreng merupakan trigliserida dengan komposisi asam
lemak tertentu, berasal dari lemak tumbuhan atau hewan, berbentuk cair dalam
suhu kamar (Lestari, 2010). Selain lemak, minyak goreng juga mengandung
lesitin, sefalin, fosfatida lain, lilin, pigmen larut lemak, dan hidrokarbon,
termasuk karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil (Rukmini, 2007).
Ketaren , 2005 berdasarkan ada atau
tidak ikatan ganda dalam struktur molekulnya, minyak goreng terbagi menjadi : Minyak
dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids) Merupakan asam lemak yang
mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Bersifat stabil dan tidak
mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenis lain. Asam lemak jenuh
yang terkandung dalam minyak goreng pada umumnya terdiri dari asam miristat,
asam palmitat, asam laurat dan asam kaprat.
Minyak dengan asam lemak tak jenuh
tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated
fatty acids). Merupakan asam lemak yang memiliki ikatan atom karbon rangkap
pada rantai hidrokarbonnya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (polyunsaturated),
semakin mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh yang terkandung dalam minyak goreng adalah asam oleat dan asam linoleat
dan asam linolenat. Minyak yang baik adalah minyak dengan kandungan asam lemak
tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya,
salah satunya adalah minyak nabati. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar
80% asam lemak tak jenuh kecuali minyak goreng kelapa sawit (Sartika, 2009).
Ketengikan
Ketengikan
adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak.
Penyebab ketengikan dalam lemak yaitu ketengikan oleh oksidasi
(oxidativerancidity), ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity), dan
ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity) (Ketaren,2008).
Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau
sebelum terjadi proses ketengikan. Hal ini dikenal sebagai reversion. Berbagai
penyelidik berpendapat bahwa hal ini khas pada minyak dan lemak. Reversion
terutama dijumpai dalam lemak di pasar dan pada pemanggangan atau penggorengan
dengan menggunakan temperature tinggi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan dari reversion ini adalah Suhu, Cahaya, Tersedianya oksigen,
Adanya logam-logam yang bersifat sebgai katalisator pada proses oksidasi.
Ketengikan
berbeda dengan reversion; beberapa minyak atau lemak mudah terpengaruh untuk
menjadi tengik tapi akan mempunyai daya tahan terhadap peristiwa reversion,
misalnya pada minyak jagung. Perubahan flavor yang terjadi selama reversion,
berbeda untuk setiap jenis minyak, sedangkan minyak yang tengik akan
menghasilkan flavor yang sama untuk semua jenis minyak atau lemak
(Ketaren, 2008).
Bahaya Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas
bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai makanan.
Selama penggorengan sebagian minyak akan terabsorpsi dan masuk ke bagian luar
bahan yang digoreng dan mengisi ruangan kosong yang semula diisi oleh air.
Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak. Mengkonsumsi minyak yang
rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, pengendapan lemak
dalam pembuluh darah (artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak
(Wijana, 2005).
Usus
Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu duodenum, jejunum, dan ileum (Sturkie 1976). Usus halus merupakan tempat
terjadinya pencernaan dan penyerapan makanan. Selaput lendir usus halus
memiliki jonjot yang lembut dan menonjol seperi jari. Fungsi usus halus selain
penggerak aliran pakan dalam usus juga untuk meningkatkan penyerapan sari
makanan (Akoso 1993).
Gambar usus halus: Tiga bagian dari usus halus yaitu duodenum,
jejunum dan ileum (shier dkk., 2002)
Usus halus merupakan bagian dari
sistem pencernaan yang terletak antara lambung dan usus besar yang merupakan
tempat utama terjadinya pencernaan secara kimiawi dan penyerapan nutrisi. Usus
halus dalam kerjanya dibantu oleh pankreas yang menghasilkan enzim yang
digunakan dalam proses pencernaan. Secara normal usus halus terdiri dari
duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum merupakan bagian proximal dari usus halus
yang melewati bagian kaudal dari permukaan kanan ventrikulus dan membentuk
suatu lengkungan seperti huruf “U”. Diantara lengkungan “U” tersebut terdapat
pankreas (Sisson & Grossman 1953) yang menghasilkan enzim amylase, lipase
dan tripsin (North 1984). Jejunum dan ileum tidak memiliki batas yang jelas,
untuk menentukan batas antara usus halus tersebut berdasarkan letak dari
Meckel’s divertikulum (Sisson & Grossman 1953).
Menurut Swenson (1953), panjang usus
setiap spesies hewan bervariasi tergantung dari kebiasaan makan. Herbivora
mempunyai usus yang lebih panjang dibandingkan usus halus karnivora, hal ini
disebabkan karena daging lebih mudah dicerna.
Usus halus terbagi menjadi tiga
bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Daerah duodenum memiliki lipatan
mukosa yang melingkar dan memiliki banyak vili. Daerah jejunum mirip dengan
daerah duodenum. Ukuran vili jejunum lebih langsing, lebih kecil dan jumlahnya
lebih sedikit daripada duodenum. Daerah ileum mirip dengan jejunum. Vili pada
ileum membentuk kelompok. Daerah ileum tidak memiliki lipatan-lipatan mukosa
(Banks &
William 1993). Secara umum, struktur utama dari usus halus
adalah membran mukosa, lamina propia, submukosa, jaringan limfatik, serosa dan
lapisan muskuler. Sel epitel menutupi seluruh permukaan bebas dari membran
mukosa dan berbentuk epitel silindris sebaris (Xu & Cranwell 2003).
Pada lapis mukosa usus halus
terdapat suatu bentuk khusus berupa vili-vili. Vili memperluas permukaan area
lumen serta mengefisienkan proses absorbsi. Selain itu pada mukosa usus juga
ditemukan kripta-kripta usus. Kelenjar-kelenjar yang terdapat pada mukosa memiliki
bentuk tubular sederhana. Pada daerah di bawah epithelium merupakan lamina
propia. Lamina propia mengandung leukosit dan jaringan limfatik berupa
nodul-nodul. Ditemukan nodul-nodul limfatik yang beragregasi membentuk Payer’s
patches Lapis submukosa usus halus terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah
dan pembuluh limfatik (Xu & Cranwell 2003).
Pada daerah submukosa duodenum
terdapat sekelompok kelenjar berbentuk tubular seperti gulungan yang disebut
dengan kelenjar Brunner. Kelenjar Brunner mensekresikan cairan mucus ke dalam
kripta usus. Cairan mucus ini melubrikasi permukaan epithelium dan melindungi
dari asam lambung (Frappier 1998). Pada daerah mukosa bagian dasar vili usus
halus terdapat kripta Lieberkuhn. Kripta Lieberkuhn berbentuk lurus maupun tubular
seperti struktur kelenjar yang dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris.
Menurut Bloom & Fawcett 1968;
Telford & Bridgman 1995 Sel epitel usus halus terdiri dari empat macam sel
yaitu: Sel penyerap berbentuk silindris dengan mikrovili berfungsi untuk menyerap
sari makanan, Sel Goblet / sel mangkok, tersebar tidak teratur dan tidak merata
pada epitel permukaan. Sel ini menghasilkan mucus yang berfungsi untuk melindungi
mukosa, Sel Argentaffin / sel enterokhromafin, menghasilkan serotonin yang menstimulasi
kontraksi otot polos, serta menyalurkan hormon seperti sekretin, gastrin dan
kholesitokinin, Sel Paneth, berbentuk silindris atau pyramidal dengan inti
bulat terletak di basal. Sel Paneth terletak di ujung kelenjar Liberkuhn,
fundus dan sekum (pada unggas, karnivora dan babi sel ini tidak ada).
Sel epitel yang terdapat dalam
kelenjar kripta termasuk stem sel undifferentiated, sel Goblet, sel Paneth dan
sel endokrin. Sel Goblet mensekresikan mucus dan memiliki fungsi yang sama
dengan sel Goblet pada vili usus. Sel endokrin memproduksi berbagai macam
hormon maupun peptide (Xu & Cranwell 2003).
Sel Paneth merupakan sel eksokrin
dengan granul-granul sekretori pada apikal sitoplasma. Granul-granul sekretori
ini menghasilkan lisosim yang memiliki aktivitas antibakterial dan mengontrol
mikrobiota. Stem sel yang belum terdiferensiasi memiliki kemampuan mitotik yang
tinggi. Sel epitel baru yang tumbuh oleh proses mitosis dari stem sel berpindah
ke atas sepanjang vili dan sering menembus ujung vili (Xu & Cranwell 2003).
Peradangan pada usus halus (enteritis) yang subakut disertai dengan infiltrasi
sel limfosit dan yang kronis bersifat proliferatif bisa terjadi (Nabib 1987).
Dinding usus halus terdiri dari
empat lapis yaitu mukosa, sub-mukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa
(Swenson dalam Handaruwati 2000). Mukosa ini diselaputi oleh vili yang
berkembang baik dan menyebabkan gambaran mukosa yang menyerupai beludru.
Duodenum memiliki vili yang luas, berbentuk seperti daun, dan diameternya luas.
Vili pada jejunum memiliki bentuk seperti lidah pada bagian jejunum proksimal,
dan seperti jari panjang pada bagian jejunum distal. Sedangkan ileum memiliki
vili yang berbentuk menyerupai jari.
Permukaan vili mempunyai tiga macam jenis sel,
yaitu sel absorbtif, sel Goblet, dan sel Argentafin. Kripta Lieberkuhn atau
kelenjar usus terdapat pada permukaan diantara vili yang meluas ke daerah
muskularis mukosa. Lamina propia berbentuk jaringan ikat longgar yang merupakan
pusat vili dan mengelilingi kelenjar usus. Bagian ini terdiri dari serabut
kolagen dan elastik dalam jalinan serabut retikuler dimana dalam jalinan ini
terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, leukosit, fibroblast, otot polos, sel
plasma, dan sel mast (Dellman & Brown 1992). Muskularis mukosa terdiri dari
lapis otot tipis yang halus.
Lapisan sub-mukosa berupa jaringan
ikat longgar yang didalamnya terdapat saraf, arteri, pembuluh limfe besar,
vena, ganglion dari sistem saraf parasimpatikus, dan kumpulan badan sel saraf
terlokalisasi yang merupakan elemen dari pleksus sub-mukosa. Pada duodenum
terdapat kelenjar sub-mukosa atau yang disebut kelenjar Brunner (Swenson dalam
Handaruwati 2000).
Lapisan tunika muskularis terdiri
dari dua lapis, yaitu lapis dalam yang tersusun melingkar dan lapis luar yang
tersusun memanjang. Diantara kedua lapis tersebut terdapat jaringan ikat
longgar yang mengandung Plexus Mientricus atau Plexus Aurbach. Pleksus ini
bersama dengan Plexus Meissneryang terdapat pada sub-mukosa akan menginervasi
kontraksi usus yang mencampur makanan dengan enzim, kemudian menggerakan
makanan yang sudah dicerna agar kontak dengan permukaan sel-sel absorbsi lalu
mendorongnya ke kaudal.
Peristiwa pencernaan serta
penyerapan dalam usus halus ditunjang oleh bentuk-bentuk khusus. Efisiensi
penyerapan dapat ditingkatkan oleh tiga bentuk khusus yang memperluas areal
penyerapan terhadap isi usus, yang pertama adalah dua pertiga bagian depan usus
halus memiliki plika sirkularis yang menjulur ke arah lumen setinggi dua
pertiganya. Pada ruminansia lipatan ini bersifat permanen, tetapi pada hampir
semua hewan piara lain tampak pada usus yang sedang istirahat atau kososng, dan
hilang bila usus mengembang. Kedua, permukaan selaput lendir menunjukkan penjuluran
berbentuk jari yang disebut vili. Tinggi vili ini bervariasi (1,0-1,5 μm),
tergantung pada daerah serta jenis hewan. Ketiga, adalah permukaan penyebaran
ditingkatkan oleh mikrovil. Mikrovili merupakan penjuluran sitoplasma pada
permukaan bebas epitel vili (Dellman & Brown 1992).
Permukaan bagian dalam dari usus
halus adalah membran mukosa yang terdiri dari sel epitel kolumnar, beberapa
diantaranya akan mengalami modifikasi dan membentuk sl Goblet guna produksi
mukus. Di sebelah luar permukaan membran mukosa yang menyelimuti usus halus
banyak terdapat vili yang berguna untuk absorbsi zat makanan (Frandson 1992).
Dalam keadaan normal selaput lendir usus terlapisi oleh isi usus yang bercampur
dengan getah usus, getah pankreas, empedu, lendir usus dan kuman-kuman.
Fungsi Usus Halus
Pada usus halus terjadi gerakan
peristaltik yang berperan mencampur digesta dengan cairan pankreas dan empedu.
Usus halus menghasilkan enzim amilase, protease, dan lipase yang berfungsi
memecah zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap
tubuh, selain itu usus halus juga melaksanakan pencernaan kimiawi serta
memegang peranan penting dalam transfer material nutrisi dari lumen ke dalam
pembuluh darah dan limfe (Moran 1985).
Usus halus memiliki fungsi sebagai
tempat penyaluran makanan dan penyerapan nutrisi ke dalam pembuluh darah dan
pembuluh limfe. Dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion
sehingga tidak mudah diserap, sedangkan basa lemah akan berada dalam bentuk
ion-ion sehingga mudah diserap. Absorbsi usus akan lebih tinggi lagi dengan
lamanya waktu kontak dan luasnya daerah permukaan vili dan mikrovili usus (Lu, 1995).
Usus halus meliputi duodenum, jejunum dan ileum. Fungsi duodenum dan jejunum
ialah pencernaan dan penyerapan (absorbsi) sedangkan ileum untuk absorbsi
makanan dan cairan. Duodenum merupakan tempat absorbsi besi dan folat. Duodenum
juga menjadi tempat penting terjadinya pencampuran antara makanan dengan garam
empedu dan enzim pankreas. Jejunum menjadi bagian dari usus halus yang paling
banyak mengabsorbsi mikronutrien. Selain nutrien, obat juga diabsorbsi disini.
Motilitas makanan yang melewati ileum lebih lambat daripada jejunum.
Neurohormonal seperti glucagon-like peptide 1 dan 2, peptide YY dan neurotensin
yang dilepas oleh ileum terminal berperan memberikan efek trofik pada mukosa
(Andra, 2007). Pencernaan ingesta menjadi bentuk yang siap diserap, dimulai
dengan bekerjanya enzim pankreas, empedu dari hati dan sekreta kelenjar usus.
Peristiwa ini berlangsung di sepanjang usus halus. Efisiensi penyerapan dapat
ditingkatka oleh tiga bentuk yaitu plika sirkularis pada dua pertiga bagian
depan, vili yang berbentuk jari dengan permukaan selaput lendir dan mikrovili
yang merupakan penjuluran sitoplasma pada permukaan bebas epitel vili (Dellman
& Brown 1992).
Aktivitas pencernaan memerlukan
sejumlah enzim dan banyak lendir untuk melindungi epitel terhadap kerusakan
mekanik maupun iritasi enzim. Lendir dihasilkan oleh kelenjar submukosa dan sel
Goblet di antara sel epitel (Himawan 1998).
Pankreas
Pankreas terletak di belakang lambung,
melintang di belakang perut. Pankreas merupakan organ yang mempunyai kegunaan
ganda yaitu fungsi endokrin (tidak ada saluran, hormon disekresikan langsung ke
aliran darah) dan fungsi eksokrin (punya saluran untuk menyekresikan cairan pencernaan
melalui duktus pankreatikus).
Pencernaan (eksokrin) yaitu Cairan
pankreas bersifat basa dan menetralkan asam dari lambung. Getah ini mengandung
beberapa enzim yang bersifat sebagai katalis dalam pemecahan bahan yang
kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana yang kemudian diserap melalui usus
halus dan masuk ke dalam pembuluh darah. Mengatur kadar gula darah (endokrin)
yaitu Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas yang berperan
dalam pengaturan tingkat kadar glukosa darah. Glukosa merupakan energi pokok
yang digunakan oleh tubuh.
Pankreas merupakan organ penghasil insulin.
Insulin adalah hormon yang berfungsi. Nilai distribusi sel beta akan
berdampak pada sekresi insulin yang dihasilkan oleh sel beta (Runiana, 2009).
Insulin disintesis oleh sel β pada pankreas endokrin yang terdiri dari
kelompok mikroskopis kelenjar kecil atau pulau Langerhans, tersebar di
seluruh pankreas eksokrin.
Menurunnya fungsi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau kurangnya produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pancreas atau kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin.Kelenjar endokrin (pulau Langerhans) merupakan kumpulan sel ovoid yang
tersebar diseluruh
pankreas. Di dalam pulau Langerhans
terdapat beberapa jenis sel berdasarkan sifat pewarnaan dan morfologinya
terdapat kurang lebih 4 jenis sel yaitu sel α, β, δ, dan f (Scobie 2007). Sel α
mensekresikan glukagon yang dapat menaikkan konsentrasi glukosadan asam lemak
bebas dalam darah.
Sel α akan memicu glikogenolisis, lipolisis,
dan glukoneogenesis dalam hati. Sebaliknya sel β mensekresikan hormon insulin
yang dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah dan memacu sintesis glikogen,
lemak, dan protein dalam banyak sel. Sel β jumlahnya terbanyak di dalam
pulau Langerhans yaitu hampir sekitar 60-75%. Sel δ mensekresikan somatostatin
yang menghambat sekresi insulin dan glukagon, sedangkan sel f fungsinya belum
diketahui (Scobie, 2007).
Triglycerida merupakan
salah satu zat yang terkandung dalam minyak jelantah dan juga Triglycerid
(trigliserida) adalah salah satu jenis molekul lemak yang tinggi. Selain LDL
(Low Density Lipoprotein), yaitu jenis kolesterol berbahaya (kolesterol jahat)
dan HDL (High Density Lfpoprotein), yaitu jenis kolesterol bersahabat
(kolesterol baik), yang penting unluk diketahui juga adalah Trigliserida, yaitu
satu jenis lernak yang terdapat dalam darah dan berbagai organ dalam tubuh.
Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah juga dapat meningkatkan kadar
kolesterol. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah
seperti kegemukan, konsumsi alkohol, gula, dan makanan berlemak.
Tingginya kadar trigliserida akan mempengaruhi sensitivitas
insulin. Apabila kadar trigliserida tinggi, sensitivitas insulin akan menurun.
Hal ini akan mempengaruhi fungsi kerja pancreas dan memicu terjadinya Diabetes Millistus. Salah
satu Cara untuk menurunkan kadar trigliserida ini adalah dengan diet rendah
karbohidrat. Diet ini sekaligus akan menjadi pencegahan terjadinya Diabetes
Melitus.
MATERIAL
DAN METODE PENELITIAN
Tempat
Penelitian
Penelitian
ini akan dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Syiah Kuala dari bulan Oktober sampai April 2014.
Hewan
percobaan
Pada
penelitian ini digunakan 20 ekor tikus jantan dipelihara dengan pemberian pakan
dan minum ad libitum.
Bahan
Minyak
jelantah, klorofom, Buffered Neutral
Formalin (BNF) 10%, aquades alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%,
80%, 95%, 96%, alcohol absolut), xylol, paraffin, entelen, hematoksilin dan
eosin (HE), dan Giemsa.
Alat
Kandang
yang terbuat dari kawat ram yang dilengkapi dengan tempat pakan dan botol
minum, gunting, pinset, scalpel, pisau mikrotom, sonde, botol preparat,
timbangan digital, gelas objek, cover
glass, penangas air, mikrotom rotari, inkubator dan mikroskop.
Prosedur
Penelitian
Tikus berjumlah 20 ekor dibagi
dalam 4 kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah
5 ekor. Tikus dipelihara selama 8 minggu (2
bulan). Minggu pertama tikus dipelihara
tanpa diberi perlakuan. Perlakuan diberikan setiap hari mulai minggu kedua
sampai minggu kedelapan.
kelompok A tikus di cekok dengan aquades (control negative), kelompok B tikus
di cekok dengan minyak jelantah 3 kali pakai, Kelompok C tikus dicekok minyak jelantah
dengan 6 kali pakai,
dan
kelompok D diberikan minyak jelantah dengan 9 kali
pakai.
Data
klinis dan koleksi organ
Pengamatan
terhadap tikus untuk semua kelompok perlakuan dilakukan setiap hari mulai dari
minggu kedua sampai minggu kedelapan. Tikus yang telah dimatikan, kemudian di
nekropsi dan diamati perubahan-perubahan patologi anatomi (PA) yang terjadi.
Organ usus dan pancreas tikus diambil
dan dimasukkan ke dalam BNF untuk disimpan sementara, selanjutnya dilakukan
proses pembuatan preparat histopatologi.
Pembuatan
Preparat Histologis
Organ-organ
hasil nekropsi dimasukkan ke dalam BNF 10% sebagai bahan fiksasi, kemudian
dilakukan blok parafin. Tahap awal adalah dehidrasi yaitu organ direndam dalam
larutan alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut (I.II.III) masing-masing
selama 1 jam pada suhu kamar, dilanjutkan dengan proses kliring dengan xylol
(I,II,III) masing-masing selama 0,5-1 jam. Kemudian proses infiltrasi dengan
paraffin (I,II) masing-masing selama 30 menit dengan suhu 54-56°C, selanjutnya
proses embedding dalam paraffin dan didinginkan dalam suhu kamar. Dilanjutkan
dengan proses penyayatan dengan ketebalan 3-4µ (mikron) serta diletakkan pada
gelas objek, dan dimasukkan ke dalam incubator pada suhu 37°C satu malam.
Kemudian preparat ini siap untuk dilakukan pewarnaan.
Parameter
Melihat
degenerasi dan nekrosa pada vili-vili usus dan melihat kerusakan-sel sel asiner
pankreas.
Analisis
Data
Hasil
pengamatan histopatologi berupa data ordinal
yang dianalisis secara deskriptif.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas.Yogyakarta: Kanisius.
Andra. 2007. Usus Memendek Malnutrisi Didapat. Farmacia. 6 (8).
http://www.majalah_farmacia.com [10 Juli 2009].
Anonim, 2012.
Pengolahan Minyak. http://pengolahanpangan.blogspot.com
sumber-minyak-dan-lemak-bahan-pangan.html.
Arini. 1999. Minyak Jelantah,
Amankah?.Jurnal LPPOM MUI, No. 25
Banks, William J. 1993. Applied
Veterinary Histology.3thEd. USA: William & Wilkins.
Bloom W, Fawcett DW. 1968. A Textbook of Histology. 9thEd. Philadelphia: Saunders
Dellman HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Ed ke-3. Hartono,
penerjemah. Jakarta: UI Press
Dellmann, H.D. and Eurell J.A. 1998.Veterinary Histology.USA : Lippincott
Williams & Wilkins.
Eurell J. A. and Frappier B. L. 2006.Nervous System. Version : 1.0. Australia :
Blackwell Publishing.
Frandson RD. 1992. Anatomi
and Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Frappier B. 1998. Digestive
System. Textbook of Veterinary Histology. 5th Ed. Dellman HD,
Eurell JA, editor. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins.
Ganong WF. 2002. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 20. Jakarta: EGC.
Ghidurus,
M., Turtoi, M., Boskou, G., Niculita, P., Stan, V. 2010. Nutritional and
health aspects related
to frying. Romanian
Biotechnological Letters.Vol.15, no 6. Available from: www.rombio.eu/rbl6vol15/1%20Review_Ghidurus.pdf.
Handaruwati Rr. 2000. Produksi
Fraksi Minyak Tuna Kaya Asam Lemak Omega-3 Melalui
Reaksi Alkoholisis Enzimatis Menggunakan Lipase Rhizomucor
miehei. [Tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana IPB.
Himawan S. 1998. Patologi.
Ed ke-12. Bagian Patologi Anatomik. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
Jusup,
S.A., S. S. Raharjo. 2010.Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea
L.) Sebagai AntiOksidan
Alami Terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) dan Gambaran Histologi Sel Hepar
Rattus norvegicus L. yang Diberi Minyak Goreng deep frying. Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar
Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta
.Ketaren,
S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan.
Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Ketaren.
S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak Dan
Lemak Pangan. Penerbit
UniversitasIndonesia, Jakarta.
King D. 2007.Histology
Study Guide of the Gastrointestinal System, Kidney and
Urinary
Tract. http://www.siumed.edu/ .
Lestari,
P.P. 2010. Pemanfaatan Minyak Goreng
Jelantah Pada Pembuatan
SabunCuci
Piring.
Universitas Sumatera Utara. Tesis.Malhi.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Ed ke-2. Edi Nugroho, penerjemah. Jakarta: UI
Press
Rukmini,
A.2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas
dengan Arang Sekam Menekan
Kerusakan
Organ Tubuh.
Seminar Nasional Teknologi
Moran ET. 1985. Digestive Phisiology
of Duck. Di dalam: Duck Production and
World
Practice. Farrel DJ, P Stapleton, editor. Armidale: University of England.
Nabib R. 1987. Patologi
Khusus Veteriner. Ed ke-2. Bogor: Proyek Peningkatan /
Pengembangan Perguruan Tinggi IPB.
North MO. 1984. Commercial
Chicken Production Manual. Connecticut: Avi Publishing
Company, Inc.
Runiana, E. D. (2009). Distribusi Sel Insulin Pankreas pada Tikus Hiperglikemia
yang
Diberi Diet Tempe. Bogor: IPB
Sartika, R.A.D. 2009. Pengaruh
Suhu dan Lama Proses Menggoreng (deepfrying)
TerhadapPembentukan
Asam Lemak Trans. Markara Sains.
Scoebi, Ian N. 2007.
Atlas Of Diabetes Mellitus 3th .
Informa UK Ltd
Seely, J. C. Kidney. In : Maronpot RR. 1999. Pathology of The Mouse. Reference.
and Atlas 1sted. Cache River Press..
Shier D, J Butler, R Lewis. 2002. Hole’s Human Anatomy & Physiology. 9thEd. New York:
The McGraw-Hill Companies, Inc.
Sisson S, Grossman JD. 1953. Anatomy of The Domestic Animal. Philadelphia: WB Saunders
Company
Silalahi,
S. 2005. Studi Awal Kualitas Minyak
Goreng Kelapa Sawit Pada
PenggorenganBerulangProdukTertentu.http//www.iopri.org/index.php?option=com2005content&task=section&id=91&Itemed=47.
Stell RGD, Torrie JH. 1999. Prinsip dan Prosedur Statistika. Ed
ke-2. Jakarta:
Gramedia
PustakaUtama.
Sturkie PD. 1976. Avian Physiology. 3th Ed. New York: Springer-Verlang.
Sudiono,
T. dkk. 2003. Ilmu Patologi. Penerbit EGC. Jakarta.Pembentukan Asam
Lemak Trans. Markara Sains.
Swenson MS. 1953. Duke’s
Phisiology of Domestic Animals. 8th Ed. Ithaca: Corneli
University Press.
Wijana,
S. Arif, H. & Nur H. 2005. Tekno
pangan: Mengolah Minyak Goreng
Bekas. Penerbit Trubus
Agrisarana, Surabaya.
Winarno,
F.G. 1984. Kimia Pangan Dan Gizi.
Penerbit PT Gramedia Utama
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar